Kamis, 02 Juni 2011

Me and credit card (=pusying)

Masih teringat pertama kali dapat kartu kredit setelah lulus pendidikan menjadi officer di bank tempatku bekerja sekarang, yaaaaaaaaay!!!! Rasanya senang sekali! Aku merasa eksistensiku di dunia ini sebagai orang dewasa semakin diakui! Meskipun entah siapa yang mengakuinya pun belum jelas, tapi rasanya gembira sekali. Aku dapat 3 kartu dengan total limit 19 juta. Dari 23 orang teman sekelasku, hanya 1 orang yang langsung menggunakannya untuk membeli laptop (smart move my friend, meskipun pada saat itu aku berpikir “duh bodoh bgt siy malah beli laptop.”), sedangkan sisanya (termasuk aku) malah membeli barang2 konsumtif yang bisa dipakai buat riya-riya an seperti baju, jam, sepatu, kosmetik, makan di resto-resto yang hips  and baju, baju, dan baju.

Tanpa kami sadari, tagihan untuk kesenangan kami itu membludaks tanpa terkendali. Dan pada akhirnya setiap bulan aku harus merelakan setidaknya sepertiga gajiku hanya untuk membayar kartu kredit. Sebenarnya aku bisa saja membayar minimal tagihan 10% dari pemakaian, tapi sampai kapan lunasnya?hufh. Padahal seharusnya aku bisa mengalihkan sepertiga yang kugunakan untuk membayar kartu kredit itu untuk menabung. Penyesalan memang sudah tak berguna, dan bagiku, butuh 4 tahun untuk menyadari bahwa seharusnya aku tidak kalap waktu itu. Toh barang2 yang kubeli (dan masih kubayar tagihannya sampai sekarang) sudah entah di langit mana keberadaan dan eksistensinya aku sudah tak tahu lagi. Hufh..hufh..hufh…

Setelah kartu kredit pertamaku itu,,,,selang 5 tahun kemudian inilah yang sering terjadi :

Kriiiiiiingggggg “Hallo, dengan ibu Dini Puspa Ceria?Kami dari Bank XYZ menawarkan kartu kredit free annual free seumur hidup, dengan fasilitas discount di merchant A,B,C 50% dan cashback 10%, bla…bla..bla”

“Maaf saya tidak tertarik.”

“Kenapa bu ini kan gratis?”

“saya tidak mau menambah hutang lagi, terima kasih.” Klik . Pembicaraan selesai.

Dalam seminggu minimal sekali mendapatkan telepon dari berbagai macam bank untuk menawarkan kartu kredit! How come aku bisa menampung semua limit yang ditawarkan dengan gaji sekarang? Akal sehatku harus jalan, tolak sajaaaaaaa….. Mengurus tagihan kartu kredit yang sudah  ada dengan limit yang terbilang so-so saja sudah sulit mengatur keuangan, apalagi mo nambah kartu?nambah kartu=nambah utang=nambah masalah. Noooooo…

Hummm pernah juga siy aku bikin kartu kredit karena kasihan dengan marketingnya (berhubung aku orang bank jadi sedikit banyak tahu lah sulitnya mencari nasabah demi target yang diberikan perusahaan), meskipun setelah kartunya jadi langsung kututup dan digunting, atau ga usah diaktifkan sama sekali. Tapiiii repot ga siy, bank nya repot, aku pun juga sedikit repot karenanya. Maksud baik di awal karena kasihan, tapi pada akhirnya malah membuang-buang waktu, baik untukku maupun untuk bank nya.

I say yes kartu kredit sangat bermanfaat untuk kebutuhan mendadak, but I say no kalau penggunaannya untuk konsumerisme kesenangan pribadi yang ga jelas…..(yayyyyy akhirnya aku bisa mengatakan ini setelah 6 tahun bolak-balik gesek kartu hihihihihihihi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar